 |
Kristomei Sianturi |
LINTASAKTUAL – Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan bahwa pengerahan prajurit ke lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) merupakan bagian dari kerja sama resmi antara TNI dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi, menanggapi kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menilai pengerahan prajurit TNI ke institusi kejaksaan menyalahi aturan.
“Perbantuan TNI kepada Kejaksaan tersebut merupakan bagian dari kerja sama resmi antara Tentara Nasional Indonesia dan Kejaksaan RI yang tertuang dalam Nota Kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023,” ujar Kristomei saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/5/2025).
Delapan Ruang Lingkup Kerja Sama TNI dan Kejaksaan
Menurut Kristomei, Nota Kesepahaman yang diteken pada April 2023 itu mencakup delapan ruang lingkup kerja sama. Di antaranya adalah:
1. Pendidikan dan pelatihan bersama.
2. Pertukaran informasi untuk kepentingan penegakan hukum.
3. Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan RI.
4. Penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI. D
5. Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kejaksaan.
6. Bantuan TNI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, termasuk pendampingan hukum dan litigasi.
7. Pemanfaatan sarana dan prasarana bersama sesuai kebutuhan.
8. Koordinasi teknis penyidikan, penuntutan, dan penanganan perkara koneksitas.
Kristomei menekankan bahwa seluruh bentuk dukungan TNI dilakukan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur. Ia memastikan pengerahan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergisitas antar-lembaga,” tegas Kristomei.
Menurut dia, kerja sama tersebut juga merupakan wujud dari pelaksanaan tugas pokok TNI seperti yang diamanatkan Undang-Undang, yaitu melindungi bangsa dari berbagai bentuk ancaman.
“Hal ini juga sebagai pengejawantahan tugas pokok TNI sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara,” ucapnya.
Kritik Koalisi Sipil: Langgar UU dan Berpotensi Intervensi Militer
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai pengerahan personel TNI ke lingkungan Kejaksaan melanggar sejumlah regulasi dan dapat memperkuat intervensi militer dalam ranah sipil, khususnya penegakan hukum.
“Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa perintah ini bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan, terutama Konstitusi, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI sendiri, yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI,” demikian pernyataan koalisi dalam siaran pers, Minggu (11/5/2025).
Koalisi juga menyoroti adanya telegram Panglima TNI tertanggal 5 Mei 2025 yang berisi perintah kepada satuan TNI untuk menyiapkan dan mengerahkan alat kelengkapan guna mendukung Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.
Menurut mereka, kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan tidak memiliki dasar hukum yang cukup kuat untuk melegitimasi pengerahan militer dalam fungsi perbantuan.
“Tugas dan fungsi TNI seharusnya tetap fokus pada aspek pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah penegakan hukum yang menjadi wewenang institusi sipil seperti Kejaksaan,” tulis mereka.
Isu mengenai keterlibatan TNI di luar fungsi pertahanan kembali menjadi sorotan publik. Polemik ini mencuat di tengah meningkatnya kehadiran militer dalam sektor-sektor sipil, termasuk pengamanan lembaga negara.Pengamat menilai bahwa kejelasan batas fungsi TNI harus terus ditegaskan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara aparat militer dan sipil dalam konteks negara hukum. (kompas.com)
Komentar0